Sunday, 21 April 2013
Great Minds: Kartini Kita
Today's special
____________
Great mind: Bukan Sekadar Habis Gelap Terbitlah Terang. Layaknya Perempuan Biasa, Begitulah Kartini Adanya.
Tentu tak asing di pikiran kita ketika mata membaca kutipan paling dikagumi kepunyaan Raden Adjeng Kartini. Namun, serapan kalimat yang diolah ke dalam satu bacaan bertitel sama, ternyata bukanlah satu buku yang “mengajarkan kemerdekaan” di masa dewasa. Begitu pendapat Pramoedya Ananta Toer dalam kumpulan tulisannya; Panggil Aku Kartini Saja. Setelah ditelaah Pram dengan baik, cetakan ke-3 Habis Gelap Terbitlah Terang tahun 1951 oleh Armijn Pane ini, ternyata, menonjolkan buah pikir Kartini sebagai perempuan nyata atas perasaannya dalam berjuang. Tepatnya, kumpulan sederet kisat curahan hati serta gagasan dari 106 pucuk surat Kartini dalam Door Duisternis tot Licht.
“Isinya lebih banyak mengenai ratap-tangis serta manifestasi keputusasaan dan kehilangan akal Kartini, malahan juga ketergantungannya pada Belanda,” tulis Pram. Dilihat dari sejumlah tulisan Kartini, ia memiliki gaya bahasa bebas, kadang menantang, namun—tetap—tidak meninggalkan batas dan kesopanan. Bagi Pram, imbangan moral ini menjadi ciri khas isi pikiran Kartini. “Benar sekali bahwa pada saat-saat tertentu semangatnya merosot, putus asa, dan hilang akal, bahkan menangis tersedan-sedan—dan ia tidak malu punya air mata—tetapi sudahlah biasa terjadi dalam perjuangan, apalagi perlawanan tunggal, berjuang hendak menimbulkan situasi baru,” jelasnya. Dan sebagai perempuan penuh semangat seperti kita pun sesekali (sangat boleh) “merendah”, bukan berarti kegagalan sejati. Senyum.
Selamat Hari Kartini Para Perempuan Indonesia.
"Teduh mata, menghias kata, menghasilkan karya."
Published in MORE Magazine
Desember 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)