Tuesday, 26 July 2011

Sebelum Terlelap, Melodi Menetap

Sementara |
| by Float
 
...
Dan tatkala semua keluh dan peluh pun meneduh...
---------------------------------------------------------------------
Sementara teduhlah hatiku
Tidak lagi jauh
Belum saatnya kau jatuh
Sementara ingat lagi mimpi
Juga janji janji
Jangan kau ingkari lagi

Percayalah hati lebih dari ini
Pernah kita lalui
Jangan henti disini

Sementara lupakanlah rindu
Sadarlah hatiku hanya ada kau dan aku
Dan sementara akan kukarang cerita
Tentang mimpi jadi nyata
Untuk asa kita ber dua

Percayalah hati lebih dari ini
Pernah kita lalui
Takkan lagi kita mesti jauh melangkah
Nikmatilah lara
Jangan henti disini
---------------------------------------------------------------------
...
Dan tatkala senyum pun merekah dalam kenyamanan langkah...

Sweet dream, everyone.

Friday, 22 July 2011

Eat, Loose, Release

Selama lebih dari empat tahun saya memiliki seorang sahabat setia. Selama itu, tentu, banyak hal yang kami lakukan bersama, termasuk menunjuk satu tempat makan favorit yang kami kondisikan. Ia memang sedang pergi. Bukan menghilang, namun membenah diri dengan caranya. Sehingga sejumlah ritual, kebiasaan, dan sikap kami pun berubah.

Selepas rapat kerja yang menguras otak dan tenaga di senja tadi, mendadak, membuat saya ingin menyepi, pergi dan melepas rindu--sendirian. Saya rindu, ingin sekali berdiskusi dan berdebat tentang apa saja dengannya, mulai dari politik hingga makanan.

Kemudian, ada energi besar yang menggerakkan hati ke satu tempat makan pinggir jalan di daerah Cikini. Warung kaki lima ini menjual masakan khas Jepang. Meski begitu, santapan Sopongiro tak kalah hebat dengan restauran-restauran di gedung megah. Lalu, saya memarkir, duduk dengan manis dan memesan menu kesukaan (seperti biasa). Penjualnya sendiri mesem-mesem lihat saya datang tanpa sahabat. Saya tersenyum dan berusaha tenang. Kedatangan saya hendak menikmati hidangan, bukan mengenang.

Saya pikir, ini merupakan sikap tepat untuk menghargai dan mengingat-ingat masa kebersamaan. Rindu itu saya bungkus rapi dan diakhiri lipatan pita. Lalu mengirimkannya ke tempat yang benar. Dua lauk dan semangkuk nasi panas, cukup membasuh pikiran saya kembali baik. Dan begitulah cara saya melepas rindu pekat agar tak membawanya pulang tersekat.

Sekarang, saya bisa menyimpan aura positif itu ke alam bawah sadar, dan menyambut pagi dengan luar biasa segar. Lega rasanya. Saya yakin, Anda juga punya segudang cara "pribadi" bagaimana mengembalikan hati dan pikiran seperti semula; tenang dan stabil.


Happy night, everyone.

Monday, 18 July 2011

Instrument of The Day

Daffodil Lament
by: The Cranberries

Holding on that’s what I do
Since I met you
And it won’t be long, would you notice
If I left you
And it’s fine for some
Cause you’re not the one,

All night long, I laid on my pillow
These things are wrong
I can’t sleep here
So lonely, so lonely

I have decided to leave you forever
I have decided to start things from here
Thunder and lightning won’t change
What I’m feeling

And the daffodils look lovely today

Ol in your eyes I can see the disguise
Ol in your eyes I can see the dismay
Has anyone seen lightning
Has anyone looked lovely

And the daffodils looked lovely today
Looked lovely


lovely just like you,
happy evening, everyone!

Friday, 8 July 2011

Kontak Mata si Burung Gereja














Today is a quite strange day to spend... And again I will share all the things that I can share. It's the least I can do for you...

Seperti biasa ritual pagi membangunkan saya untuk melek. Begitu mata terjaga dari alarm yang berbunyi, saya pun berdoa untuk kelancaran hari. Mungkin Anda memiliki ritual yang serupa dengan kebiasaan saya. Apapun itu, berdoa adalah baik, dan yang baik akan menuai hasil yang sama (tak peduli dalam bentuk apa). Lalu, bangunlah saya. Membangkitkan tubuh dari hangatnya tempat tidur bukanlah  pekerjaan yang mudah. Butuh "usaha" besar untuk melakukannya; meneguk segelas air putih dan bergegas membasuh diri. Saya pun siap beraktivitas.

Hari ini saya berangkat lebih pagi dari biasanya. Ada jadwal regular yang harus dituntaskan. Sebagai pekerja tinta, minggu-minggu deadline merupakan momen sakral yang penuh ujian; menjaga mood dan pikiran untuk tetap positif dan sering-seringlah tersenyum. Menjauhkan diri dari zona stress dan kepenatan bukanlah sesuatu yang mudah untuk ditangkis. Jika sudah begitu, saya akan mencari hal-hal lain yang dapat memotivasi saya kembali semangat. Saya yakin Anda memiliki penangkal sendiri untuk memutarkan mood yang jelek menjadi lebih mudah. Yang penting Anda harus tenang dan yakin bahwa semuanya akan berjalan dengan baik.

Pagi ini, semua checklist tercontreng maksimal; mood saya sangat positif, hati saya luarbiasa tenang, dan pikiran saya penuh dengan ide. Sehingga bahasa tubuh pun menjadi lebih enak dipandang. Tapi, itu semua didukung oleh sebuah kejadian di tengah perjalanan menuju ke kantor. Dari rumah, saya harus melewati tiga medan tempur; jalan Pramuka, jembatan layang proklamasi dan sepanjang jalan Imam Bonjol. Macet? Itu sudah pasti. Yang perlu kita jaga adalah kebesaran hati saat menyetir; mengantri, mengalah, menyalakan lampu sign, dan menginjak gas secara perlahan. Saya pun terkadang masih suka emosi ketika melihat sejumlah kendaraan berlaku seperti 'binatang'. Namun, begitulah ujian kita setiap pagi. Saya yakin Anda turut merasakannya.

Satu momen langka yang menimpa saya pagi ini, puji syukur, bukanlah suatu hal yang mengecewakan hati. Rasanya, jawaban doa yang baik dapat berupa apa saja dari Tuhan. Well, I'm not a religious person, but I do pray, and I believed. I bet you have your own mode to express your gratitude. Di tengah perjalanan medan perang yang pertama, berhentilah saya di lampu merah berdurasi panjang di baypas menuju Pramuka. Bila diperhatikan, lebih dari 180 detik saya menunggu tanda jalan kembali menyala di perempatan itu.

Sejenak, saya mengutak-ngatik selular (saya melakukannya hanya dalam keadaan berhenti, and you should do the same thing). Membuka akun twitter dan memperhatikan sederet informasi yang berkicau-kicau tentang berita hari ini. Sangat membuat saya pintar. Dalam seperkian detik, pandangan saya pun terkecoh dengan sejumlah burung gereja yang berterbangan di sebelah kiri mobil. Lebih terharu lagi, ketika salah satu dari mereka hinggap di sudut kiri bawah kaca depan mobil. Tak dipungkiri lagi bagaimana ekspresi saya saat melihat tingkah laku burung mungil yang bertenggek itu. Anda pun dapat menebaknya. Saya tersenyum dengan spontan, menatap, dan terus merekah.

Selama 150 detik saya memandangnya tak henti. Uniknya, burung itu memandang ke arah saya sambil terus mengedip-ngedipkan kedua matanya. Tapi ia memandang saya, aneh rasanya. Entah apa yang ingin ia sampaikan. Dalam pikiran saya--sambil terus memperhatikan gelagatnya--semoga ini merupakan berkah melimpah untuk memulai hari. Hitungan waktu pada lampu merah pun tinggal 30 detik lagi. Mengingatkan saya untuk segera mengabadikan momen tersebut. Selular saya siapkan, klik tombol kamera, dan berhasil-lah saya menangkapnya dalam sebuah frame. Begitu tangan saya melepaskan selular, dalam hitungan detik burung gereja itu sudah pergi, hilang tanpa tanda-tanda. Saya? Masih terpaku. Tapi tak dibiarkan lama karena lampu merah sudah berganti hijau.

Peristiwa itu mempengaruhi sepanjang hari. Bak sebuah mimpi, saya tak berhenti memikirkan skenario itu. Saya pun jadi ingin tahu; meng-googling-nya di peramban dan tak satu pun saya menemukan arti dari tingkah laku burung gereja. Saya masih ingat, bahasa tubuhnya seolah berbicara fasih. Matanya seperti mengadu kontak membalas senyuman saya kala itu. Satu adegan langka yang membawa hari saya penuh syukur dan positif. Apapun rahasia yang tersimpan di belakang kejadian itu, saya percaya hal itu adalah baik dan saya menghabiskan hari dengan baik.

Malamnya, setiba di rumah, seorang sahabat mengirim pesan pendek. Kalimatnya yang singkat itu berisikan sebuah kabar duka cita. Bahwa tadi pagi, ayah dari suami teman dekat kami telah berpulang karena mengalami serangan jantung mendadak. Saya pun langsung menghubungi teman dekat yang sedang kehilangan. Dari seluruh cerita yang ia bagi, berkahnya, almarhum "pergi" sesaat hendak menunaikan shalat subuh dan berakhir dengan senyum. indahnya.

Setelah membaca cerita ini, saya tak tahu apa yang ada dalam pikiran Anda. Anda bebas menginterpretasikan segala sesuatu tentang pertemuan saya dengan si burung gereja. Apapun itu menurut Anda, saya tak pandai mengungkapkannya. Saya hanya bisa berbagi dan yakin sedikit banyak kisah ini memiliki manfaat bagi kehidupan. Tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Bagi saya, setiap detik, setiap menit dalam satu hari sungguh berharga untuk dieksplor. Take your lesson from where you want to start.

Happy day, everyone,
-m