Let's the melody swinging for you....
I just found this song, and it's reminds me to how life is beautiful. And how sweet it can be, when once you open wide, there is a time you can always gratitude. And here is the song that can make you relax and appreciate things. Thing that the small one can really make a big dream! Come, seat, smile and listen the song along with me. Then you will realize.
Till There Was You
Original song by Meredith Willson
Sing by The Beatles
There were bells on a hill
But I never heard them ringing
No I never heard them at all
Till there was you
There were birds in the sky
But I never saw them winging
No I never saw them at all
Till there was you
Then there was music and wonderful roses
They tell me in sweet fragrant meadows of dawn and dew
There was love all around
But I never heard it singing
No I never heard it at all
Till there was you
Then there was music and wonderful roses
They tell me in sweet fragrant meadows of dawn and dew
There was love all around
But I never heard it singing
No I never heard it at all
Till there was you Till there was you
--
Now, check your old collection and surprised yourself.
Happy life, everyone.
-m
Tuesday, 18 October 2011
Tuesday, 11 October 2011
The Point When Alert
There are so many things happening lately. It really is confusing. Things that undermine the content of the brain until I was at alert stage. Things that are damaging and potentially destroying the focal point. I will not let it happen. No one can destroy what I have painstakingly correct. I will not let people rob what I dreamed.
One can only assume, leaving the impression, judging and assume that their true self. People should know that there is a truth behind the truth. People should realize and understand the balancing of "mind". We can not always please people. And I'm learning, you win some, you lose some. And sometimes how beautiful the pros and cons of it are present in the midst of an argument.
People seem to start removing an important process - discussions. We need to discuss and review issues carefully until the results of saying "this is perfect". Until the time we closed and lay the body, we fell asleep happy, because we do a method called thinking. I guess I'll fight it right this time. There is no worse enemy than silence when discontent sets in. I'm not going to shut down and false my mouth again. We have a voice and way of thinking that deserves to be heard. All are free to have opinions. And if it's like a high wall began to collapse, I'll hold it back before it was collapsed. No one else could make me go back to thinking the worst in life. I will conduct stringent protection against heart and mind. Now is the time to go forward - looking back and looking further without stopping. Without a point.
Straight your mind.
-m
One can only assume, leaving the impression, judging and assume that their true self. People should know that there is a truth behind the truth. People should realize and understand the balancing of "mind". We can not always please people. And I'm learning, you win some, you lose some. And sometimes how beautiful the pros and cons of it are present in the midst of an argument.
People seem to start removing an important process - discussions. We need to discuss and review issues carefully until the results of saying "this is perfect". Until the time we closed and lay the body, we fell asleep happy, because we do a method called thinking. I guess I'll fight it right this time. There is no worse enemy than silence when discontent sets in. I'm not going to shut down and false my mouth again. We have a voice and way of thinking that deserves to be heard. All are free to have opinions. And if it's like a high wall began to collapse, I'll hold it back before it was collapsed. No one else could make me go back to thinking the worst in life. I will conduct stringent protection against heart and mind. Now is the time to go forward - looking back and looking further without stopping. Without a point.
Straight your mind.
-m
Friday, 7 October 2011
Sepenggal Kisah Anda
Anda sepenggal kisah, seandainya saja perempuan itu tak terus bicara dan bertanya "kapan Anda kembali ke kedai ini?" Saya yakin, si Anda tak akan pernah tahu apa yang dipikirkan oleh perempuan itu.
Dan saat mereka bertemu, saat Anda tetap tak tahu, itu pun akan menjadi satu adegan yang sudah cukup. Sekarang, Anda tahu, dan perempuan itu pun mulai gugup.
Selamat tersenyum...
-m
Dan saat mereka bertemu, saat Anda tetap tak tahu, itu pun akan menjadi satu adegan yang sudah cukup. Sekarang, Anda tahu, dan perempuan itu pun mulai gugup.
Selamat tersenyum...
-m
Sunday, 2 October 2011
Yummy-health
Selamat datang Oktober...
Beberapa waktu lalu, saya diundang oleh Gerakan Sayangi Jantungmu (@sayangijantung) yang sekarang ini sedang dikobar-kobarkan oleh Quaker Oat. Anda tentu pernah melihat iklan TV yang memunculkan sejumlah orang dari berbagai usia bersama tagline "saya berisiko!". Siapapun berisiko untuk menderita penyakit jantung--salah satu penyakit kronis yang jumlah penderitanya semakin meningkat. Bahkan menyerang mereka yang masih berada di usia produktif. Sayang, ya?
Dalam serangkaian acara yang mereka gelar bertepatan dengan Hari Jantung Sedunia, Chef Winnie berbagi resep keluarga yang bukan main lezat. Winnie adalah perempuan biasa seperti kita yang punya cerita di balik resepnya. Meskipun Ayah Winnie di usia muda adalah seorang atlet PON; berolahrga dan menjalankan pola hidup sehat, namun di usia 50 dokter menyatakan bahwa laki-laki yang kini berusia 72 tahun harus menderita penyakit jantung. Awalnya, sang ayah tidak terima. Tapi pengalaman 3x operasi baypass--sudah--cukup membuatnya trauma. Dan mau tidak mau ia harus berdiet seumur hidup.
Winnie sempat bercerita, anaknya yang berumur 7 tahun sangat suka dengan makanan manis. Sementara sang kakek harus dijauhi dari menu-menu gula. Awalnya, Winnie membeli dua kulkas. Satu untuk kakek, satu lagi untuk anaknya. Tapi apa yang terjadi? Begitu tengah malam, suara kaki-kaki mengendap menyusup ke kulkas anak berumur 7 tahun. Sang kakek diam-diam mencuri makanan yang tak seharusnya ia konsumsi. Ketika mendengar itu, spontan saya tertawa lepas. Lucu. Winnie geleng-geleng. Ia memutar otak untuk bisa membuat resep yang sesuai dengan selera kedua "anak kecil" ini. Quaker Apple Cinnamon yang dibuat khusus agar ayah dan anaknya bisa menikmati makanan enak dan sehat merupakan satu dari sekian banyak menu berbahan dasar oat yang pernah Winnie ciptakan. Sekarang kita bisa mencobanya di dapur rumah.
Saat Winnie membagikan makanan ini dalam porsi kecil kepada kami di acara itu, dengan segera saya memotret lalu mengunduhnya ke akun twitter. Seorang teman membalas dan meminta agar saya membagikan resepnya. Jadilah saya menulis di sini. Resep ini tidak hanya untuk seorang teman yang telah meminta langsung di twitter, tapi untuk Anda semua yang ingin merasakan serunya menjalani hidup sehat, atau mungkin sesuatu yang baru. Tidak ada bahan-bahan manis dalam pembuatannya. Yang ada hanya aroma kayu manis yang Anda masukan bersama oat dan apel. Rasa manis itu sendiri secara natural akan datang dari si buah apel. Ini karena oat tidak memiliki rasa. Sehingga oat akan mengikuti bahan lain yang dicampur bersamanya. Cita rasa apel dengan bahan dasar oat berpadu aroma kayu manis? oh, ini sangat menggoda. Yummy. Selamat memasak!
/ Food for Your Heart /
Quaker Apple Cinnamon
Bahan:
75 gr Quaker Instant Oatmeal
600 ml air
½ sdm mentega (unsalted)
2 batang kayu manis
2 buah apel fuji atau apel merah (potong dadu kecil bersama kulitnya)
Cara membuat:
1. Oleskan mentega pada lapisan dasar panci.
2. Masukan Quaker Instant Oatmeal dalam panci bersama air (api tidak terlalu besar). Aduk rata.
3. Tambahkan apel-apel dadu dan kayu manis. Aduk rata.
4. Masak hingga aromanya mulai terasa.
5. Sajikan selagi hangat untuk dua orang.
75 gr Quaker Instant Oatmeal
600 ml air
½ sdm mentega (unsalted)
2 batang kayu manis
2 buah apel fuji atau apel merah (potong dadu kecil bersama kulitnya)
Cara membuat:
1. Oleskan mentega pada lapisan dasar panci.
2. Masukan Quaker Instant Oatmeal dalam panci bersama air (api tidak terlalu besar). Aduk rata.
3. Tambahkan apel-apel dadu dan kayu manis. Aduk rata.
4. Masak hingga aromanya mulai terasa.
5. Sajikan selagi hangat untuk dua orang.
Happy eating, everyone. Enjoy your moment.
-m
Quaker Apple Cinnamon (porsi kecil)
Tuesday, 6 September 2011
THE LAST LAIDBACK DAYS
photograph by Nittiofyran
Sejak lebaran lalu, saya terlalu berani mengambil cuti panjang. Empat hari termasuk dua hari libur--Sabtu dan Minggu, total berjumlah enam hari leha-leha. Bukan berarti saya tidak beraktivitas. I was working during holiday, I can't ignore those paper work. Shit. But it's fine and fun. Besides, I love what I do. Don't you think so; we have to love what we do?
Di samping memikirkan ratusan konsep pekerjaan, I was having an extraordinary holiday; with myself, my family, and my buddies. Dua hari setelah hari kemenangan umat muslim tiba, I was taking a fast trip with friends to Bandung. Seperti yang sudah saya duga, kepadatan kota Bandung tak dapat dihindari. Tapi meriah, karena tema 'kebersamaan' membuat perjalanan jadi sangat berkesan.
Saya juga sibuk memaksa diri untuk menikmati indahnya memiliki keluarga. Bukan karena selama ini tak pernah bersyukur, tapi... there's too much pressure to handled in the circle. As a young woman who have differences with the others, means; a woman with heavy smokers, strong attitude, and feminist. You tell me? What my Mom and Dad think about me? And what about the others? My aunt, my Mom's sister, and so on, and so on. Meskipun demikian, Saya punya beberapa keponakan dan sepupu--yang setidaknya--punya arah dan cara berpikir yang sama. Singkatnya, mereka yang memilih untuk open mind. Namun saya menyadari, sebagai anak perempuan, saya harus bisa lebih mengerti dengan situasi mereka yang lebih 'klasik'. That's why I put aside my ego and begin to face any kind of whatever situations are. Yang saya lakukan tidak banyak dan tidak juga berarti. Hanya menjadi anak perempuan yang lebih sabar, menerima, dan nurut.
Satu hari setelah lebaran, saya berkumpul dengan keluarga besar di acara makan siang. Keesokan harinya, saya kembali hadir di acara makan siang dengan konsep yang sama. Selama dua hari itu, saya menjadi apa yang Ibu inginkan. Berpakaian selayaknya perempuan, pergi tepat waktu, tidak mengeluh dan bersikap baik selama makan siang berlangsung--for God's sake! smile. Well, it was not bad (after all).
Di hari Minggu, saya puaskan diri dengan menikmati kenyamanan rumah. Membuat kolase baru pada dinding meja kerja, ganti karpet kamar dan merapikan semua yang berantakan. Pada dasarnya saya sangat jatuh cinta dengan "beberes". Meletakkan barang pada tempatnya merupakan kesenangan tersendiri yang menyegarkan. I made my own scrap. And this is how I get the quality time with myself. Bermain dengan tujuh kucing Persia milik saya di rumah, nonton film di Cinemax, Star Movies sebanyak mungkin--suka tidak suka. Sesudahnya, saya lega. Ini yang saya lakukan--kurang lebih--dari hari ke hari, hingga kantor memanggil saya untuk kembali--esok hari. Dalam benak, saya akan memanfaatkan setiap menit untuk menikmati apa saja yang kondisi inginkan. Begitu masuk dua hari sebelum kembali bekerja, saya berusaha keras menyelesaikan tugas. Check! Check! Check!.
Dari semua kesenangan selama cuti panjang, pada hari terakhirlah saya benar-benar merasa di puncak bahagia. Dan rasanya penuh syukur dan berkah. Di suatu sore, saya mendadak bosan di rumah. Mendadak jenuh dengan pekerjaan kantor. Maybe it's good time to get massages. Yeah, why not?! Lalu saya mulai berpakaian, menyiapkan dompet dan mengambil kunci mobil. Sesaat setelah pamit dengan Ibu, Ayah sedang di teras depan--sibuk memberi makan ikan-ikan peliharaannya. Ketika itu, ia berpakaian seperti hendak pergi; mengenakan kaos polo, celana pendek, topi dan sepatu santai. I was like curious. Tapi, belum sempat saya bertanya, saya melhat sepeda teronggok di depan teras, seperti siap untuk dipakai bepergian. Di situ saya tahu, Ayah ingin bersepeda.
Yang saya lakukan; saya kembali ke kamar, mengganti pakaian, mengenakan baju santai dan mencari tas berukuran yang lebih kecil untuk tempat dompet dan telepon genggam. Beruntung sekali Ayah punya dua sepeda di rumah. Sehingga saya pun bisa bergabung dengannya. And there I was, afternoon fun: biking with my beloved Dad. Anda tahu apa yang saya rasakan? luar biasa bahagia. Rasanya, lima hari belakangan ini tak berharga sampai ini terjadi. Banyak hal yang saya dapat; berolahraga, berhasil menitipkan dua baju di tempat laundry (salah satu destinasi bersepeda) dan menjelajahi peta komplek yang tak pernah saya lihat sebelumnya. Namun, dari semua itu, the most emotional part (can be), that I can spent my quality time with him. Meskipun kami sering berdebat, meski terkadang kami sering bertengkar, but that moment has bring back the all goodness in my life. My true happiness. Bike to joint.
Selama satu jam saya dan Ayah bersepeda. Berkeliling dari satu komplek ke komplek lainnya. Melihat aktivitas warga yang tak pernah saya jamah sebelumnya. This is a fun afternoon that never happened. Saya tidak pernah merasa semeringah ini. Since I fell apart from my four-year relationship, I never do the things that I want to touch and see. The more I think about him, the past and the lowest part in life, the more I think that the things was so right to do. Probably, I can't never have this perspective until I found myself how my life is so beautiful to be true. Terima kasih Ayah, peluk hangat cintaku untukmu.
Hope you can find your quality time just like what I did.
Enjoy your day, everyone.
I am ready to fly now...
Friday, 26 August 2011
It's a Blessed
Begitu bulan Agustus dimulai, hari-hari pun penuh dengan doa. Semua punya cerita di bulan puasa ini (termasuk Anda). Ada yang senang karena bisa mengurangi kebiasaan merokok, ada yang gembira karena jam kantor jadi lebih singkat, ada juga yang bahagia karena bisa kumpul mesra bersama keluarga. Namun, bagi saya, inilah momen paling membahagiakan dalam hidup. Saat kita bisa menguji diri sendiri untuk menjadi lebih baik; sabar dan bersyukur. Apapun kepercayaan Anda (pembaca), kita selalu dianjurkan untuk bisa melakukan dua hal itu, bukan?
Apa, sih, bahagia itu? Bahagia adalah pilihan. Jika menurut Anda berada di rumah seharian adalah bahagia, silakan. Bila bahagia bagi Anda adalah beraktivitas, silakan. Jika bahagia adalah pikiran senang dan tenang, silakan. Kita semua melakukan sesuatu karena pilihan. Selama pikiran Anda positif, maka bahasa tubuh pun akan mengeluarkan hal yang sama. Saya pun sedang memelajari apa dan bagaimana bahagia itu. Walaupun begitu, di bulan penuh berkah ini, saya membahagiakan diri dengan mencoba untuk melihat segala sesuatu dari perspektif baik. Saya mulai menyentil diri untuk lebih peka dengan sekeliling. Mengambil setiap kesempatan yang siapa tahu membawa kita pada keberuntungan dan bahagia itu sendiri. Hanya satu kuncinya; jangan mengumpat.
Setelah seminggu puasa, berbagai macam undangan buka bersama pun datang bertubi-tubi. Mulai dari teman kampus, teman kerja, teman main sehari-hari, hingga teman lama sewaktu di SMA. Saya bahagia. Karena begitu banyak yang ingat keberadaan saya. Dari semua undangan, ada satu yang paling membuat saya antusias. Bagi saya, saat-saat paling menyenangkan adalah masa SMA. Hingga kini, kami masih utuh dan bersahabat. Mereka merupakan teman-teman yang tak dapat diukur dengan apapun. Senang dan sedihnya, terasa sampai ke hati. Gembira dan marahnya benar-benar menyisakan senyum bila diingat. Setiap kali berkumpul, kami terlalu lepas dengan memori. Terpingkal berkali-kali memanggil balik kenangan. Dalam pertemuan, setiap orang punya kisah, setiap orang harus rela menjadi 'bahan' komedian, setiap orang harus bercerita.
Selama hampir 10 tahun kami berteman, kami masih berbagi dan sekali lagi berkumpul. Saya terbiasa memerhatikan sekeliling dengan detil. Menjadi emosional dan peka dengan hal-hal kecil. Ketika meja panjang tempat kami berbuka dihujam dengan tawa dan canda, saya mulai menangkap aura mereka satu per satu. Tak ada yang berubah. Di sekitar mereka, saya masih menjadi Miranti yang dulu. Miranti yang tertawa lepas dan terbahak-bahak. Saat melihat semua sibuk berbincang satu dengan yang lain, saya mulai memperhatikan gelagat. Topik candaan dan pembicaraan pun masih tetap sama; ringan dan lucu. Tapi, begitu tersadar dengan gaya berpakaian mereka (terutama laki-laki), saya mulai mengaku. Menyadari bahwa kami bukan lagi di usia belasan. Ternyata, banyak yang sudah tidak sama. The way they talk, the way they treat each other and mostly the way we put our self in there. Semua beda. Dan yang paling menonjol adalah pembawaan diri. Mereka yang dulunya tak pernah bisa serius, malam itu bersikap bijak. Yang dulunya dikenal menyebalkan, malam itu tampak gagah dan bangga, penuh wibawa. Saya bahagia. Luarbiasa terkesan. Kami berkumpul di level terbaik dalam hidup. Senangnya. Saya ingin hal ini terus berulang, tak pernah lelah untuk saling mengingatkan "kapan kita bertemu lagi?" Mulai hari ini hingga nanti.
Inilah sahabat-sahabat terbaik dalam hidup...
Inilah sahabat-sahabat terbaik dalam hidup...
(up to down: Denny, Riki dan Manda); Saya berteman dengan Denny sejak di bangku SMP, kemudian bertemu lagi di SMA. Melihat Denny sekarang, tak disangka banyak yang berubah. Ia mengenakan kemeja rapih, tampak pendiam, dan sedikit serius. Saya dan Riki tidak berasal dari sekolah yang sama. Tapi, ia merupakan teman dari teman masa SMA yang kebetulan sering berkumpul (hingga sekarang). Riki adalah laki-laki yang sudah terlihat dewasa sejak saya mengenalnya. Manda, is a womanizer. Dari dulu hingga kini, ia masih Manda yang sama. Very sweet and likes to smile. He's always been kind and treat women wisely.
(up to down; Bobby, Angga, Widi); Saya tidak terlalu mengenal Bobby saat di SMA. But I knew that he was one of the best friends a very enjoyable to hanging out. Gelagatnya lucu selalu mengundang tawa. Bergeser ke kanan Angga adalah sahabat tak terlupakan dalam hidup. Saya mengenalnya sejak SMP. Since then we became unbreakable. Dari dulu sampai saat ini pun sikap tulusnya tak pernah berubah. Ia laki-laki penyabar dan sangat membantu. As a guy he really understand what is the meaning of friendship. Sementara itu, Widi, teman yang sangat menyenangkan. Perempuan satu ini tak pernah bisa membedakan antara bercanda dan serius. Cara pandangnya lurus dan lugu. Bisa dibilang sangat positif. Hingga malam itu, ia masih Widi yang sama--menggemaskan sekaligus mencemaskan. Anyway, she just got married a couple months ago. So happy for her.
(up to down; Eko, Anggay, Dito). Sejak SMA, Eko dikenal paling peduli dengan penampilan. Sangat menjaga image dan teratur. Malam itu saat teman laki-laki sibuk di deretan sekelompok, Eko duduk di antara saya dan Astrid. Selanjutnya, Anggay--partner in crime sejati di bangku SMA. I remember one night, when she picked me up and sneak in the night. We went out just to inhale smoke two or more. It was the best moment to have a neighbor like Anggay. Berputar-putar komplek sambil berbagi cerita tentang apa saja. Nothing else but laugh; Lalu saya bertemu Dito, Izinkan saya memperkenalkan teman main sejak SD, kemudian kami bertemu lagi di dunia SMA. Senang. Back in yesterday, Dito is a womanizer--just like Manda. Pembawaannya sangat menarik. Teman saya satu ini, tak banyak bicara, namun hebat dengan lemparan-lemparannya yang sarkastik. Ia dikenal sebagai pemain bass dari salah satu band Ska terbaik hingga sekarang. Berkat selera musik yang sama, kami seringkali bertemu di lantai-lantai acara Ska. He is a rudeboy and a very tall guy than the others.
(up and down: Ipunk, Dame, Astrid); Saya bertemu Ipunk di lingkungan SMA. Meski tak terlalu mengenal lebih dalam, namun ia merupakan satu dari sekian anak yang bertahan dari kegelapan obat terlarang. Selesai rehab, Ipunk sempat mengalami struk ringan yang membuatnya sulit bicara normal. Tapi malam itu, is good to see him very happy and chilled. Di meja yang sama, saya duduk bersebrangan dengan Dameria. Potret perempuan di tengah ini akrab disapa Ame. Bagi saya ia cantik dan memiliki jari-jari tangan yang memukau--sungguh lentik. Ame merupakan teman kecil, tetangga sekaligus partner in crime yang baik. Rumahnya hanya beda satu blok dari tempat saya tinggal. Sangat mengharukan kami bisa bertemu lagi di SMA. Astrid duduk persis di sebelah saya. Perempuan yang berhasil menguruskan badannya ini suka sekali bercerita, terlebih-lebih curhat. Di mata saya Astrid adalah sosok autentik yang tak pernah malu untuk bertingkah aneh. Selama di SMA, Astrid merupakan satu dari perempuan yang sangat mudah untuk diajak bersenang-senang
(up to down: Ramon, Rizki, Hanie); Ramon adalah salah satu teman terbaik di masa SMA. Kami dekat karena Ramon sempat berpacaran dengan Hanie, sahabat saya sejak SMP. It's funny to see how they grow up. Di dekatnya saya tak pernah merasa sudah 'berusia'. Kami selalu bisa tertawa seperti anak kecil dengan mainan baru. Malam itu, kehadirannya melengkapi suasana. Perempuan paling kanan, I can't speak for her. Karena pertemanan kami sangat emosional. Kami berbagi, berselisih, berdamai, menjalankan satu usaha bersama, dan berbahagia sejak 15 tahun lalu. Hari ini hingga nanti Hanie will be the one of my best woman in my life. Inilah sepenggal kisah di balik perjumpaan langka saya dengan sejumlah teman terbaik.
and how are your best friends?
Happy lebaran pembaca,
-m
Tuesday, 26 July 2011
Sebelum Terlelap, Melodi Menetap
Sementara |
| by Float
| by Float
...
Dan tatkala semua keluh dan peluh pun meneduh...
Dan tatkala semua keluh dan peluh pun meneduh...
---------------------------------------------------------------------
Sementara teduhlah hatiku
Tidak lagi jauh
Belum saatnya kau jatuh
Sementara ingat lagi mimpi
Juga janji janji
Jangan kau ingkari lagi
Percayalah hati lebih dari ini
Pernah kita lalui
Jangan henti disini
Sementara lupakanlah rindu
Sadarlah hatiku hanya ada kau dan aku
Dan sementara akan kukarang cerita
Tentang mimpi jadi nyata
Untuk asa kita ber dua
Percayalah hati lebih dari ini
Pernah kita lalui
Takkan lagi kita mesti jauh melangkah
Nikmatilah lara
Jangan henti disini
Tidak lagi jauh
Belum saatnya kau jatuh
Sementara ingat lagi mimpi
Juga janji janji
Jangan kau ingkari lagi
Percayalah hati lebih dari ini
Pernah kita lalui
Jangan henti disini
Sementara lupakanlah rindu
Sadarlah hatiku hanya ada kau dan aku
Dan sementara akan kukarang cerita
Tentang mimpi jadi nyata
Untuk asa kita ber dua
Percayalah hati lebih dari ini
Pernah kita lalui
Takkan lagi kita mesti jauh melangkah
Nikmatilah lara
Jangan henti disini
---------------------------------------------------------------------
...
Dan tatkala senyum pun merekah dalam kenyamanan langkah...
Sweet dream, everyone.
Friday, 22 July 2011
Eat, Loose, Release
Selama lebih dari empat tahun saya memiliki seorang sahabat setia. Selama itu, tentu, banyak hal yang kami lakukan bersama, termasuk menunjuk satu tempat makan favorit yang kami kondisikan. Ia memang sedang pergi. Bukan menghilang, namun membenah diri dengan caranya. Sehingga sejumlah ritual, kebiasaan, dan sikap kami pun berubah.
Selepas rapat kerja yang menguras otak dan tenaga di senja tadi, mendadak, membuat saya ingin menyepi, pergi dan melepas rindu--sendirian. Saya rindu, ingin sekali berdiskusi dan berdebat tentang apa saja dengannya, mulai dari politik hingga makanan.
Kemudian, ada energi besar yang menggerakkan hati ke satu tempat makan pinggir jalan di daerah Cikini. Warung kaki lima ini menjual masakan khas Jepang. Meski begitu, santapan Sopongiro tak kalah hebat dengan restauran-restauran di gedung megah. Lalu, saya memarkir, duduk dengan manis dan memesan menu kesukaan (seperti biasa). Penjualnya sendiri mesem-mesem lihat saya datang tanpa sahabat. Saya tersenyum dan berusaha tenang. Kedatangan saya hendak menikmati hidangan, bukan mengenang.
Saya pikir, ini merupakan sikap tepat untuk menghargai dan mengingat-ingat masa kebersamaan. Rindu itu saya bungkus rapi dan diakhiri lipatan pita. Lalu mengirimkannya ke tempat yang benar. Dua lauk dan semangkuk nasi panas, cukup membasuh pikiran saya kembali baik. Dan begitulah cara saya melepas rindu pekat agar tak membawanya pulang tersekat.
Sekarang, saya bisa menyimpan aura positif itu ke alam bawah sadar, dan menyambut pagi dengan luar biasa segar. Lega rasanya. Saya yakin, Anda juga punya segudang cara "pribadi" bagaimana mengembalikan hati dan pikiran seperti semula; tenang dan stabil.
Happy night, everyone.
Selepas rapat kerja yang menguras otak dan tenaga di senja tadi, mendadak, membuat saya ingin menyepi, pergi dan melepas rindu--sendirian. Saya rindu, ingin sekali berdiskusi dan berdebat tentang apa saja dengannya, mulai dari politik hingga makanan.
Kemudian, ada energi besar yang menggerakkan hati ke satu tempat makan pinggir jalan di daerah Cikini. Warung kaki lima ini menjual masakan khas Jepang. Meski begitu, santapan Sopongiro tak kalah hebat dengan restauran-restauran di gedung megah. Lalu, saya memarkir, duduk dengan manis dan memesan menu kesukaan (seperti biasa). Penjualnya sendiri mesem-mesem lihat saya datang tanpa sahabat. Saya tersenyum dan berusaha tenang. Kedatangan saya hendak menikmati hidangan, bukan mengenang.
Saya pikir, ini merupakan sikap tepat untuk menghargai dan mengingat-ingat masa kebersamaan. Rindu itu saya bungkus rapi dan diakhiri lipatan pita. Lalu mengirimkannya ke tempat yang benar. Dua lauk dan semangkuk nasi panas, cukup membasuh pikiran saya kembali baik. Dan begitulah cara saya melepas rindu pekat agar tak membawanya pulang tersekat.
Sekarang, saya bisa menyimpan aura positif itu ke alam bawah sadar, dan menyambut pagi dengan luar biasa segar. Lega rasanya. Saya yakin, Anda juga punya segudang cara "pribadi" bagaimana mengembalikan hati dan pikiran seperti semula; tenang dan stabil.
Happy night, everyone.
Monday, 18 July 2011
Instrument of The Day
Daffodil Lament
by: The Cranberries
Holding on that’s what I do
Since I met you
And it won’t be long, would you notice
If I left you
And it’s fine for some
Cause you’re not the one,
All night long, I laid on my pillow
These things are wrong
I can’t sleep here
So lonely, so lonely
I have decided to leave you forever
I have decided to start things from here
Thunder and lightning won’t change
What I’m feeling
And the daffodils look lovely today
Ol in your eyes I can see the disguise
Ol in your eyes I can see the dismay
Has anyone seen lightning
Has anyone looked lovely
And the daffodils looked lovely today
Looked lovely
lovely just like you,
happy evening, everyone!
by: The Cranberries
Holding on that’s what I do
Since I met you
And it won’t be long, would you notice
If I left you
And it’s fine for some
Cause you’re not the one,
All night long, I laid on my pillow
These things are wrong
I can’t sleep here
So lonely, so lonely
I have decided to leave you forever
I have decided to start things from here
Thunder and lightning won’t change
What I’m feeling
And the daffodils look lovely today
Ol in your eyes I can see the disguise
Ol in your eyes I can see the dismay
Has anyone seen lightning
Has anyone looked lovely
And the daffodils looked lovely today
Looked lovely
lovely just like you,
happy evening, everyone!
Friday, 8 July 2011
Kontak Mata si Burung Gereja
Today is a quite strange day to spend... And again I will share all the things that I can share. It's the least I can do for you...
Seperti biasa ritual pagi membangunkan saya untuk melek. Begitu mata terjaga dari alarm yang berbunyi, saya pun berdoa untuk kelancaran hari. Mungkin Anda memiliki ritual yang serupa dengan kebiasaan saya. Apapun itu, berdoa adalah baik, dan yang baik akan menuai hasil yang sama (tak peduli dalam bentuk apa). Lalu, bangunlah saya. Membangkitkan tubuh dari hangatnya tempat tidur bukanlah pekerjaan yang mudah. Butuh "usaha" besar untuk melakukannya; meneguk segelas air putih dan bergegas membasuh diri. Saya pun siap beraktivitas.
Hari ini saya berangkat lebih pagi dari biasanya. Ada jadwal regular yang harus dituntaskan. Sebagai pekerja tinta, minggu-minggu deadline merupakan momen sakral yang penuh ujian; menjaga mood dan pikiran untuk tetap positif dan sering-seringlah tersenyum. Menjauhkan diri dari zona stress dan kepenatan bukanlah sesuatu yang mudah untuk ditangkis. Jika sudah begitu, saya akan mencari hal-hal lain yang dapat memotivasi saya kembali semangat. Saya yakin Anda memiliki penangkal sendiri untuk memutarkan mood yang jelek menjadi lebih mudah. Yang penting Anda harus tenang dan yakin bahwa semuanya akan berjalan dengan baik.
Pagi ini, semua checklist tercontreng maksimal; mood saya sangat positif, hati saya luarbiasa tenang, dan pikiran saya penuh dengan ide. Sehingga bahasa tubuh pun menjadi lebih enak dipandang. Tapi, itu semua didukung oleh sebuah kejadian di tengah perjalanan menuju ke kantor. Dari rumah, saya harus melewati tiga medan tempur; jalan Pramuka, jembatan layang proklamasi dan sepanjang jalan Imam Bonjol. Macet? Itu sudah pasti. Yang perlu kita jaga adalah kebesaran hati saat menyetir; mengantri, mengalah, menyalakan lampu sign, dan menginjak gas secara perlahan. Saya pun terkadang masih suka emosi ketika melihat sejumlah kendaraan berlaku seperti 'binatang'. Namun, begitulah ujian kita setiap pagi. Saya yakin Anda turut merasakannya.
Satu momen langka yang menimpa saya pagi ini, puji syukur, bukanlah suatu hal yang mengecewakan hati. Rasanya, jawaban doa yang baik dapat berupa apa saja dari Tuhan. Well, I'm not a religious person, but I do pray, and I believed. I bet you have your own mode to express your gratitude. Di tengah perjalanan medan perang yang pertama, berhentilah saya di lampu merah berdurasi panjang di baypas menuju Pramuka. Bila diperhatikan, lebih dari 180 detik saya menunggu tanda jalan kembali menyala di perempatan itu.
Sejenak, saya mengutak-ngatik selular (saya melakukannya hanya dalam keadaan berhenti, and you should do the same thing). Membuka akun twitter dan memperhatikan sederet informasi yang berkicau-kicau tentang berita hari ini. Sangat membuat saya pintar. Dalam seperkian detik, pandangan saya pun terkecoh dengan sejumlah burung gereja yang berterbangan di sebelah kiri mobil. Lebih terharu lagi, ketika salah satu dari mereka hinggap di sudut kiri bawah kaca depan mobil. Tak dipungkiri lagi bagaimana ekspresi saya saat melihat tingkah laku burung mungil yang bertenggek itu. Anda pun dapat menebaknya. Saya tersenyum dengan spontan, menatap, dan terus merekah.
Selama 150 detik saya memandangnya tak henti. Uniknya, burung itu memandang ke arah saya sambil terus mengedip-ngedipkan kedua matanya. Tapi ia memandang saya, aneh rasanya. Entah apa yang ingin ia sampaikan. Dalam pikiran saya--sambil terus memperhatikan gelagatnya--semoga ini merupakan berkah melimpah untuk memulai hari. Hitungan waktu pada lampu merah pun tinggal 30 detik lagi. Mengingatkan saya untuk segera mengabadikan momen tersebut. Selular saya siapkan, klik tombol kamera, dan berhasil-lah saya menangkapnya dalam sebuah frame. Begitu tangan saya melepaskan selular, dalam hitungan detik burung gereja itu sudah pergi, hilang tanpa tanda-tanda. Saya? Masih terpaku. Tapi tak dibiarkan lama karena lampu merah sudah berganti hijau.
Peristiwa itu mempengaruhi sepanjang hari. Bak sebuah mimpi, saya tak berhenti memikirkan skenario itu. Saya pun jadi ingin tahu; meng-googling-nya di peramban dan tak satu pun saya menemukan arti dari tingkah laku burung gereja. Saya masih ingat, bahasa tubuhnya seolah berbicara fasih. Matanya seperti mengadu kontak membalas senyuman saya kala itu. Satu adegan langka yang membawa hari saya penuh syukur dan positif. Apapun rahasia yang tersimpan di belakang kejadian itu, saya percaya hal itu adalah baik dan saya menghabiskan hari dengan baik.
Malamnya, setiba di rumah, seorang sahabat mengirim pesan pendek. Kalimatnya yang singkat itu berisikan sebuah kabar duka cita. Bahwa tadi pagi, ayah dari suami teman dekat kami telah berpulang karena mengalami serangan jantung mendadak. Saya pun langsung menghubungi teman dekat yang sedang kehilangan. Dari seluruh cerita yang ia bagi, berkahnya, almarhum "pergi" sesaat hendak menunaikan shalat subuh dan berakhir dengan senyum. indahnya.
Setelah membaca cerita ini, saya tak tahu apa yang ada dalam pikiran Anda. Anda bebas menginterpretasikan segala sesuatu tentang pertemuan saya dengan si burung gereja. Apapun itu menurut Anda, saya tak pandai mengungkapkannya. Saya hanya bisa berbagi dan yakin sedikit banyak kisah ini memiliki manfaat bagi kehidupan. Tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Bagi saya, setiap detik, setiap menit dalam satu hari sungguh berharga untuk dieksplor. Take your lesson from where you want to start.
Happy day, everyone,
-m
Monday, 13 June 2011
Stand Up
This is a process.
A process to be strong in order to gratitude.
A mighty of mind and soul.
A blessing to remember.
Though days, hours and minutes brings me to the lowest part in my life, I standing up.
Throw things out, let it loud.
And drop it.
Push it all...
Everything is fine and everybody's fine.
Repeat!
Happy day everyone.
A process to be strong in order to gratitude.
A mighty of mind and soul.
A blessing to remember.
Though days, hours and minutes brings me to the lowest part in my life, I standing up.
Throw things out, let it loud.
And drop it.
Push it all...
Everything is fine and everybody's fine.
Repeat!
Happy day everyone.
Tuesday, 7 June 2011
Chasing Pavements | by Adele
I've made up my mind, don't need to think it over
If I'm wrong I am right, don't need to look no further
This ain't lust, I know this is love
But if I tell the world, I'll never say enough
'Cause it was not said to you
And that's exactly what I need to do if I'd end up with you
Should I give up or should I just keep chasing pavements
Even if it leads nowhere?
Or would it be a waste even if I knew my place
Should I leave it there?
Should I give up or should I just keep chasing pavements
Even if it leads nowhere?
I build myself up and fly around in circles
Wait then as my heart drops and my back begins to tingle
Finally could this be it?
Should I give up or should I just keep chasing pavements
Even if it leads nowhere?
Or would it be a waste even if I knew my place
Should I leave it there?
Should I give up or should I just keep chasing pavements
Even if it leads nowhere?
Should I give up or should I just keep chasing pavements
Even if it leads nowhere?
Or would it be a waste even if I knew my place
Should I leave it there?
Should I give up or should I just keep on chasing pavements
Should I just keep on chasing pavements?
Should I give up or should I just keep chasing pavements
Even if it leads nowhere?
Or would it be a waste even if I knew my place
Should I leave it there?
Should I give up or should I just keep chasing pavements
Even if it leads nowhere?
If I'm wrong I am right, don't need to look no further
This ain't lust, I know this is love
But if I tell the world, I'll never say enough
'Cause it was not said to you
And that's exactly what I need to do if I'd end up with you
Should I give up or should I just keep chasing pavements
Even if it leads nowhere?
Or would it be a waste even if I knew my place
Should I leave it there?
Should I give up or should I just keep chasing pavements
Even if it leads nowhere?
I build myself up and fly around in circles
Wait then as my heart drops and my back begins to tingle
Finally could this be it?
Should I give up or should I just keep chasing pavements
Even if it leads nowhere?
Or would it be a waste even if I knew my place
Should I leave it there?
Should I give up or should I just keep chasing pavements
Even if it leads nowhere?
Should I give up or should I just keep chasing pavements
Even if it leads nowhere?
Or would it be a waste even if I knew my place
Should I leave it there?
Should I give up or should I just keep on chasing pavements
Should I just keep on chasing pavements?
Should I give up or should I just keep chasing pavements
Even if it leads nowhere?
Or would it be a waste even if I knew my place
Should I leave it there?
Should I give up or should I just keep chasing pavements
Even if it leads nowhere?
Saturday, 4 June 2011
Buka Perspektif
It's been a while that I'm not sitting in this chair to write some thoughts.
Again, I've learned from them who are in a very happy, sad or too complicated moment. It was a blessed that among of them trusted me as a good listener, also as a mind mapping-partner in their life. It's bless! Now I'm here, telling you this.
Selama sepekan ini saya sibuk bersosialisasi. Disamping huru-hara dengan setumpuk brief di atas meja, saya menyempatkan diri untuk sekadar bertemu atau berkumpul dengan para sahabat. Yang saya ambil, adalah sebuah kualitas dari suatu pertemuan; apa yang bisa dibagi, diberi, dan ditularkan. Kuncinya adalah harmonisasi. Sekali saja kita bisa menyinkronkan diri dengan jalan pikiran mereka, maka perspektif kita akan terangsang untuk menemukan jalur lain.
Saya dikejutkan dengan cerita seorang teman dari SMP. Kami berteman hingga sekarang. Bisa dibilang, perempuan ini merupakan teman terdekat saya selama 14 tahun berjalan. Baru-baru ini, kami melangsungkan pertemuan. Sebuah waktu berkualitas yang (sudah) jarang kami lakukan. Pada suatu malam, dalam perjalanan pulang menuju rumah dari kantor, hati saya tergerak untuk menghubunginya. Mengajaknya duduk ala kadar di bawah kedai kopi yang hangat.
Semenjak ia menikah dua tahun lalu, kami jarang bertemu. Satu-satunya hal yang biasa kami lakukan adalah saling menyapa di dunia maya. itu pun kami tak berbicara lama dan panjang. Jelas, statusnya tak lagi mudah seperti dulu. Saya pun segan dan berpikir dua kali bila ingin menyita waktu atau mengajaknya ke suatu tempat. Ditambah dengan kehadiran bayi perempuan lucu di tengah-tengah kehidupannya sekarang. Pasti makin banyak energi yang ia buang untuk itu. Tak tega rasanya membawa sang ibu pergi berlama-lama, jauh dari si kecil.
Ia bertutur, betapa bersukurnya dapat memiliki bayi secepat itu. Di mana beberapa pasangan—mungkin—berdoa-doa mengharapkan momongan. Saya senang dengan kata itu, “bersukur”. Ungkapan tersebut mampu membuat darah saya mengalir tenang. Tentram rasanya. Awalnya, saya terkejut bukan main saat ia menyatakan ingin menikah. Yang saya tahu, ia merupakan perempuan mandiri dengan segudang impian. Semangatnya membara, meronta-ronta ingin melakukan banyak hal. Sehingga, ketika kata “menikah” terucap dari bibirnya, sontak saya heran.
Saya pikir memang itu kemauannya. Sebelum itu, ia pernah bercerita bahwa bila hingga usia 25 ia belum mendapatkan calon, ibunya sendiri yang akan mencarikannya partner. Ia pun lekas mencari yang terbaik. Kemudian, ia menjalin hubungan dengan seorang laki-laki baik, tangguh dan memiliki selera humor setara dengannya. Seingat saya, hubungan mereka tidak berjalan lama, hingga akhirnya memutuskan untuk menikah. Laki-laki pilihannya ini, merupakan teman seru untuk bersenda gurau. Ia sangat mudah dekat dengan saya. Menurut saya, ia laki-laki yang lucu dan lincah. Meskipun sebenarnya ia termasuk introvert . Saya pikir, mereka berdua sangat cocok. Karena begitulah teman perempuan saya berlaku. Aktif dan semangat.
Beberapa bulan lalu, suaminya mengalami kecelakaan besar. Saya dan sejumlah teman kaget luar biasa mendengar berita itu. Rasa iba pun melanda. Bayi yang masih kecil, dan perkawinan yang masih seumur jagung. Rasanya tak sanggup membayangkan hal-hal buruk terjadi dalam hidup mereka berdua.
Kejadian seram itu, membuat suami harus memasuki ruang operasi sebanyak tiga kali. Lidahnya hampir putus karena benturan hebat saat ia terjatuh dari motor. Tubuh bagian kirinya lecet tak tersisa, karena terlempar kencang dari ujung ke ujung. Rahang kiri laki-laki ini retak, sehingga memerlukan adanya implantasi. Jadi, Anda bisa bayangkan, bagaimana trauma itu membungkus sekujur tubuhnya. Sedangkan masa pemulihan membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan menahun lamanya. Proses. Ada sebuah proses “pahit” yang harus mereka lewati bersama.
Seiring waktu berjalan, setelah dua kali operasi, wajibnya mengonsumsi obat-obatan, dan terbatasnya pemilihan makanan, saya mengerti, proses ini pasti menjenuhkan. Siapa yang tak bosan dengan tidak melakukan apa-apa selain istirahat? Pimpinan dari perusahaan tempat suami bekerja, memberi waktu dua minggu untuk ia bisa kembali pulih. Toh, tidak ada yang bisa ia kerjakan jika berada dalam kondisi sakit. Percuma.
Namun, baru seminggu saja ia menelan bubur (setiap hari), meminum jus (setiap hari), serta sejumlah obat-obatan yang harus ditelan, ditambah dengan sebuah pernyataan dokter yang mengharuskan ia untuk segera memasuki ruang operasi (ketiga kalinya). Ia mulai terlihat uring-uringan. Remember, there is a child side inside a men?
Tak sampai dua minggu, laki-laki ini memaksakan tubuhnya untuk kembali beraktivitas. Akan tetapi, sang pimpinan merasa tidak senang dengan kehadirannya. Secara fisik, ia belum diperbolehkan untuk banyak bergerak, apalagi berpikir keras. Ia memang harus berada di ruang istirahat total. Paling tidak selama enam bulan. Begitulah yang dikatakan oleh kedua dokter yang menanganinya. Satu dokter ahli bedah, dan satu lagi psikolog handal khusus mengatasi masalah trauma. Perusahaan pun tak sanggup jika harus menunggu selama itu. Maka yang terjadi, secara resmi suami teman saya mengundurkan diri. Dan hilanglah pekerjaan itu.
Masalah semakin genting dan runyam, saat ia mulai (selalu) memasang wajah ketus dalam meratapi nasibnya. Menolak untuk meminum jus (yang menurutnya rasanya tidak karuan). Ia mulai menjadi paranoid. Teman saya bertutur, jatah obat tidur yang seharusnya bertahan untuk dua minggu, habis tak beraturan dalam waktu kurang dari seminggu. Bisa dibayangkan, saat dimana saraf-saraf kita seharusnya lentur dan mengantuk, tapi dipaksa untuk berjaga. Lalu, ia mulai berfantasi.
Sekarang, perempuan tangguh yang kala itu duduk manis di depan saya, bersedih hati tanpa tangis. Sudah sebulan ini ia dan suaminya tak ada kontak. Lucunya, sang suami tak ingin melihat wajah teman saya, karena ia merasa telah dikhianati. Satu malam, laki-laki ini pernah berilusinasi dan yakin bahwa istrinya telah pergi bersama orang lain dengan mobil Avanza putih. Dalam pikiran saya “Apa ada, ya, mobil Avanza bewarna putih di Jakarta ini?” Saya sendiri merasa tidak pernah melihat. Kalau pun ada, hanya beberapa. Tapi putih?
Saya mulai mengrenyitkan jidat. Pada malam suaminya berhalusinasi, teman saya sedang berada di rumahnya bersama sang mertua. Saya percaya teman saya tidak berbohong. Bukan karena ia merupakan sahabat karib saya selama 14 tahun. Tapi karena saya mengenalnya. Jikalau ia pun ternyata memiliki affair dengan orang lain, ia akan bercerita apa adanya.
Kini, satu-satunya cara untuk berkomunikasi bersama suami adalah melalui orang ketiga. Suaminya pindah ke rumah ibunya di bilangan Puncak. Sesekali, teman saya ke sana membawa putrinya. Namun, hanya putrinya yang diperbolehkan masuk. Sedangkan teman saya di luar, do nothing except wait. Ia juga pernah menitip satu surat. Surat yang isinya bukan memaki tapi mengajak. Memberi solusi bukan ilusi.
Tapi, saat surat kedua dilayangkan kembali untuk suami. Laki-laki itu memulangkan dan menolak untuk membaca.
Apakah hati teman saya sedih? Oh, luar biasa terpukul. Hal tersebut seperti sebuah tamparan hebat di pipinya. Saya bilang, bahwa satu-satunya alasan mengapa suaminya menolak untuk membaca adalah karena ia tak kuat untuk membaca. Karena ia takut untuk membuka pikiran baru. Karena ia tidak ingin ada satu orang pun yang mengubah perspektifnya. Bahwa apa yang ia anggap, ia dengar dan ia lihat, adalah mutlak. Menurut siapa? Menurut dia?
Kita semua pasti pernah mendengar kalimat ini: bahwa di balik benar ada kebenaran lainnya. Jika ia merasa tidak mampu, itu bukan karena ia tidak bisa, melainkan ia tidak ingin. Life is choice.
Sejumlah analisa mendarat. Saya pikir, secara tidak sadar laki-laki ini menolak untuk pulih. Menolak untuk menerima keadaaannya sekarang. Lalu mencari kesalahan di dalam diri orang lain. Secara tidak sadar ia menyalahkan semua kecelakaan yang terjadi itu karena sang istri. Entah apa alasannya. Well, am telling you that you are not that bad, buddy. But if you choose to be bad, then let it be. Life is choice anyway.
Sebagai seorang intelektual. Kita harus mampu untuk membuka pikiran pada segala kemungkinan yang dapat terjadi. It’s an opinion. As a social being, we have to receive the energy from the people that surround us. Don’t close your heart, eyes and mind. Jangan biarkan asumsi itu mengelabui kita dari yang benar. Asumsi hanya pikiran tunggal yang bergerak lewat analisa hati. Bukan logika.
Happy evening, dear you!
Friday, 8 April 2011
Alur
Hey, malam!
Saya ingin cepat kau berakhir.
Dan pagi, lekaslah datang dengan semangat.
Jika saya terlalu lama di larut ini, saya akan bertindak.
Reaktif dan impulsif.
Hey, waktu!
Kau memperlambat pekerjaanku.
Hayo! sudah saatnya saya bersahaja dan lepas.
Jika saya terus menunggumu, dengan senantiasa kau mempermainkanku.
Terkunci dan tertahan.
Hey, Anda!
Ya, Anda yang ada di ujung sana. Tunggu saya!
Malam dan waktu masih sibuk bercerita.
Saya tak akan lama, bertahanlah dan bertumpulah.
Mereka hanya sedang mengulur-ulur alur.
Tersedak dan dangkal.
-Happy evening!
Saya ingin cepat kau berakhir.
Dan pagi, lekaslah datang dengan semangat.
Jika saya terlalu lama di larut ini, saya akan bertindak.
Reaktif dan impulsif.
Hey, waktu!
Kau memperlambat pekerjaanku.
Hayo! sudah saatnya saya bersahaja dan lepas.
Jika saya terus menunggumu, dengan senantiasa kau mempermainkanku.
Terkunci dan tertahan.
Hey, Anda!
Ya, Anda yang ada di ujung sana. Tunggu saya!
Malam dan waktu masih sibuk bercerita.
Saya tak akan lama, bertahanlah dan bertumpulah.
Mereka hanya sedang mengulur-ulur alur.
Tersedak dan dangkal.
-Happy evening!
Thursday, 7 April 2011
Hentak Serentak
Duduk. Sunyi dan senyap dari percakapan.
Kaki kiri bergoyang-goyang tak mau diam, saya mengeluh.
Di belakang dinding tebal ini, suara mengelu-elu dari mesin lift yang mengudara.
Terdengar meronta mengisi seluruh ruangan kosong di tangga beton ini.
Ah, kembali saya menikmati diri.
Basuh. Pikiran saya melayang tinggi, saya merintih.
Bukan lantas merendahkan kualitas diri.
Malah, saya berdiri, lebih tegap dari biasa.
Tubuh saya menopang tegak kaki yang lemas.
Tapi tak sadar, terlelap.
Terhempas dari ego hati yang kalap.
Ah, saya yang melahap.
Lengang. Tak apa jika segan, kemudian Anda melenggang.
Saya tak keberatan.
Paling tidak saya berkesan dan berpesan.
Meski Anda menjauh, saya banyak belajar.
Meski terharu, saya berulang kali tersadar.
Sungguh berharga memori itu, sehingga tak ada lagi alasan berpilu.
Untuk apa beralasan?
Ah, saya lalu terus berliku.
Happy evening!
Kaki kiri bergoyang-goyang tak mau diam, saya mengeluh.
Di belakang dinding tebal ini, suara mengelu-elu dari mesin lift yang mengudara.
Terdengar meronta mengisi seluruh ruangan kosong di tangga beton ini.
Ah, kembali saya menikmati diri.
Basuh. Pikiran saya melayang tinggi, saya merintih.
Bukan lantas merendahkan kualitas diri.
Malah, saya berdiri, lebih tegap dari biasa.
Tubuh saya menopang tegak kaki yang lemas.
Tapi tak sadar, terlelap.
Terhempas dari ego hati yang kalap.
Ah, saya yang melahap.
Lengang. Tak apa jika segan, kemudian Anda melenggang.
Saya tak keberatan.
Paling tidak saya berkesan dan berpesan.
Meski Anda menjauh, saya banyak belajar.
Meski terharu, saya berulang kali tersadar.
Sungguh berharga memori itu, sehingga tak ada lagi alasan berpilu.
Untuk apa beralasan?
Ah, saya lalu terus berliku.
Happy evening!
Friday, 4 March 2011
Kata Sedotan: "Temanku Adalah Botol Minuman"
What a story.
Kejadian ini sudah lebih dari empat tahun terperangkap dalam ingatan. Saya baru menyadari betapa cerita ini begitu absurd dan berkesan.
Di satu sore beberapa teman SMA datang menjemput ke rumah. Saya duduk di depan sebelah pengendara. Kami berempat memutuskan untuk membeli sebotol minuman dingin dan berkeliling Jakarta hingga bosan!
Untuk membelinya, kami singgah ke sebuah warung langganan di pinggir jalan. "Aku tunggu di mobil ya..." saya rasa tiga orang saja sudah cukup untuk turun dan berbelanja. Tak lama mereka turun, datanglah truk pengangkut dan pengantar botol minuman yang kemudian memarkir persis di depan mobil kami. Mereka hendak menukar botol minuman bekas dengan kemasan baru yang masih segar di warung itu.
Sang supir turun dari mobil, tentu saja saya bisa melihatnya dengan jelas. Ia lalu mengambil satu rak berisi 12 botol minuman di belakang truk, dan tanpa sengaja menjatuhkan satu bungkus sedotan berwarna biru dari sisi rak tersebut. Supir itu tidak sadar. Saya melihat, seikat sedotan yang masih terbungkus utuh itu jatuh dikaki kanannya. Masih belum "sadar" ia pun bergegas mengantar rak botol itu ke penghuni warung.
Hanya beberapa menit kemudian, datanglah seorang laki-laki dari arah berlawanan mata memandang. Dengan jalan tertatih-tatih, kaos putih yang hitam legam (robek sana sini), membuatnya terlihat sungguh tak karuan! Ia mengenakan celana pendek compang-camping, rambutnya? berantakan seperti tak pernah dicuci. Terlihat lengket, seolah-olah, saya seperti dapat menghirup wangi tak sedap itu dari tempat saya berdiam. Kakinya telanjang, tangannya tak henti melakukan aktivitas "garuk-garuk" kepala. Matanya seperti menyatakan ia sedang berpikir keras, sangat keras, hingga tak tentu melihat ke arah mana?
Tampaknya ia stres hingga gila. Dia memang orang gila. Begitulah asumsi saya mengatakan. Namun, ketika itu, bagi saya yang sedang menunggu dan tak melakukan apa-apa, ia merupakan sebuah pemandangan yang sangat menarik.
Orang ini berjalan dengan pelan hendak melewati dua mobil yang parkir di sebelah kanannya (baca: mobil kami dan truk botol minuman).
Saya duduk dengan manis dan terus memerhatikan gerak geriknya, karena memang cuma dia satu-satunya hiburan saya kala itu.
Sesaat sebelum ia tiba melewati truk botol minum, matanya menangkap sesuatu. Ya, dengan jelas ia melihat satu bungkus sedotan berwarna biru, yang jatuh tak disengaja oleh si supir truk. Kemudian Ia berhenti, lalu menunduk, dan mengambil bungkus bening itu, dilihatnya sejenak, diputar-putarnya bungkus itu. Kemudian, dengan perlahan, ia selipkan bungkusan itu ke celah samping badan truk di atas sejumlah tumpukan rak botol minuman. Seakan sudah tahu bahwa sang pemilik sedotan, ya, si botol minuman.
Pikiran saya: ia tak gila?
Meski sedari tadi sejumlah orang "waras" melintas lajur yang sama, tak satu pun dari mereka yang memungut bungkusan itu. Apa yang terjadi dengan sikap dan level sensitif orang di masa ini?
Lucu! Posisi duduk saya nyaris tak berubah, dahi ini mengerut tak berpaling dari proses sikap orang "gila" itu. Saya terkesan sangat dan terkejut tanpa reaksi. Bibir ini pun tak sadarkan: melebar sendiri, merekah, lalu tersenyum. Takjub menatap proses perilaku orang gila yang entah realis atau surealis?
Selepas ia menaruh bungkus sedotan kembali ke "kampung", orang gila itu pun berlalu melanjutkan perjalanannya. Melewati mobil kami trrmasuk saya yang sedari tadi memelajarinya.
Hingga sekarang, Saya masih ingat betul kejadian langka itu. Pada hari yang sama tak henti-hentinya saya bercerita pada semua orang yang saya temui, semuanya tanpa kecuali. Begitu juga dengan hari ini, saya membaginya untuk Anda.
What's on your mind? Tell me! Note it!
Happy freaky day!
Kejadian ini sudah lebih dari empat tahun terperangkap dalam ingatan. Saya baru menyadari betapa cerita ini begitu absurd dan berkesan.
Di satu sore beberapa teman SMA datang menjemput ke rumah. Saya duduk di depan sebelah pengendara. Kami berempat memutuskan untuk membeli sebotol minuman dingin dan berkeliling Jakarta hingga bosan!
Untuk membelinya, kami singgah ke sebuah warung langganan di pinggir jalan. "Aku tunggu di mobil ya..." saya rasa tiga orang saja sudah cukup untuk turun dan berbelanja. Tak lama mereka turun, datanglah truk pengangkut dan pengantar botol minuman yang kemudian memarkir persis di depan mobil kami. Mereka hendak menukar botol minuman bekas dengan kemasan baru yang masih segar di warung itu.
Sang supir turun dari mobil, tentu saja saya bisa melihatnya dengan jelas. Ia lalu mengambil satu rak berisi 12 botol minuman di belakang truk, dan tanpa sengaja menjatuhkan satu bungkus sedotan berwarna biru dari sisi rak tersebut. Supir itu tidak sadar. Saya melihat, seikat sedotan yang masih terbungkus utuh itu jatuh dikaki kanannya. Masih belum "sadar" ia pun bergegas mengantar rak botol itu ke penghuni warung.
Hanya beberapa menit kemudian, datanglah seorang laki-laki dari arah berlawanan mata memandang. Dengan jalan tertatih-tatih, kaos putih yang hitam legam (robek sana sini), membuatnya terlihat sungguh tak karuan! Ia mengenakan celana pendek compang-camping, rambutnya? berantakan seperti tak pernah dicuci. Terlihat lengket, seolah-olah, saya seperti dapat menghirup wangi tak sedap itu dari tempat saya berdiam. Kakinya telanjang, tangannya tak henti melakukan aktivitas "garuk-garuk" kepala. Matanya seperti menyatakan ia sedang berpikir keras, sangat keras, hingga tak tentu melihat ke arah mana?
Tampaknya ia stres hingga gila. Dia memang orang gila. Begitulah asumsi saya mengatakan. Namun, ketika itu, bagi saya yang sedang menunggu dan tak melakukan apa-apa, ia merupakan sebuah pemandangan yang sangat menarik.
Orang ini berjalan dengan pelan hendak melewati dua mobil yang parkir di sebelah kanannya (baca: mobil kami dan truk botol minuman).
Saya duduk dengan manis dan terus memerhatikan gerak geriknya, karena memang cuma dia satu-satunya hiburan saya kala itu.
Sesaat sebelum ia tiba melewati truk botol minum, matanya menangkap sesuatu. Ya, dengan jelas ia melihat satu bungkus sedotan berwarna biru, yang jatuh tak disengaja oleh si supir truk. Kemudian Ia berhenti, lalu menunduk, dan mengambil bungkus bening itu, dilihatnya sejenak, diputar-putarnya bungkus itu. Kemudian, dengan perlahan, ia selipkan bungkusan itu ke celah samping badan truk di atas sejumlah tumpukan rak botol minuman. Seakan sudah tahu bahwa sang pemilik sedotan, ya, si botol minuman.
Pikiran saya: ia tak gila?
Meski sedari tadi sejumlah orang "waras" melintas lajur yang sama, tak satu pun dari mereka yang memungut bungkusan itu. Apa yang terjadi dengan sikap dan level sensitif orang di masa ini?
Lucu! Posisi duduk saya nyaris tak berubah, dahi ini mengerut tak berpaling dari proses sikap orang "gila" itu. Saya terkesan sangat dan terkejut tanpa reaksi. Bibir ini pun tak sadarkan: melebar sendiri, merekah, lalu tersenyum. Takjub menatap proses perilaku orang gila yang entah realis atau surealis?
Selepas ia menaruh bungkus sedotan kembali ke "kampung", orang gila itu pun berlalu melanjutkan perjalanannya. Melewati mobil kami trrmasuk saya yang sedari tadi memelajarinya.
Hingga sekarang, Saya masih ingat betul kejadian langka itu. Pada hari yang sama tak henti-hentinya saya bercerita pada semua orang yang saya temui, semuanya tanpa kecuali. Begitu juga dengan hari ini, saya membaginya untuk Anda.
What's on your mind? Tell me! Note it!
Happy freaky day!
Me-reda
Sekarang, saya tahu harus berucap apa.
Sekarang, saya pandai berpikir dulu sebelum mengatakan. Meski sedikit lama, namun kata-kata tertata rapi.
Sekarang, saya tahu apa yang sebenarnya saya ingin.
Sekarang, saya dapat membaca gerak tubuh seseorang yang tidak nyaman.
Sekarang, saya pun memaksimalkan analisa dari hal-hal besar menuju kecil.
Sekarang, saya tahu bagaimana harus bersikap saat tidak nyaman melanda.
Sekarang, saya pandai memasukkan buah pikir positif untuk menusuk si negatif.
Sekarang, seperti yang dikatakan @budhagroove bahwa melepaskan satu hal--entah itu mengganggu, membuat tak nyaman, merusak aura hati--merupakan sikap yang super kuat benarnya daripada harus berkutat terus.
Sekarang, apa dan bagaimana cara me-redamu? List it!
Happy night!
Sekarang, saya pandai berpikir dulu sebelum mengatakan. Meski sedikit lama, namun kata-kata tertata rapi.
Sekarang, saya tahu apa yang sebenarnya saya ingin.
Sekarang, saya dapat membaca gerak tubuh seseorang yang tidak nyaman.
Sekarang, saya pun memaksimalkan analisa dari hal-hal besar menuju kecil.
Sekarang, saya tahu bagaimana harus bersikap saat tidak nyaman melanda.
Sekarang, saya pandai memasukkan buah pikir positif untuk menusuk si negatif.
Sekarang, seperti yang dikatakan @budhagroove bahwa melepaskan satu hal--entah itu mengganggu, membuat tak nyaman, merusak aura hati--merupakan sikap yang super kuat benarnya daripada harus berkutat terus.
Sekarang, apa dan bagaimana cara me-redamu? List it!
Happy night!
Wednesday, 2 March 2011
Let Your Self Win (in a good way)
Once upon a time, in the late of night. A lady with a pretty blue dress, sitting down alone in the backyard. Her face was a sad-long look alike. Her blue tears make her blue eyes like want to blow up the things from her mind.
She just wishing for the right direction, from the right person that she can listen to. She text one of her best friend, and try to describe all the things in eight paragraph on messaging. And this is what's her mind telling us:
"The hardest-easy night was begun on Tuesday: we had a big fight--I mean a very big one. That time-moment was gone fast, and suddenly only one mistake, has blown away his mind.
I couldn't analyze, what's the main problem of this? He think that am controlling him, but I feels: opposite.
That night, we end up like he left me and just go! Out from the car: "I need time to be myself," he says. And I say "OK."
Until the time on the phone--two days later: he say bad thing and yelling at me--something that really hurts me (imagine this word, came after a long-talk-conversations).
Well... the word came out because of my fault too, it's because am yelling too. My feedback was, crying. And I says: "You can mad with me, but please don't throw me that word."
I cried until he ask me to wait (his best friend waiting on the second line) then he push the 'hold button', but I hang the phone. Done.
He tried to call back. Shame of me--I didn't pick it up. A minute after, I text him: "You don't have to worry about me anymore, thank you for everything".
And that was the last time, we talked. He didn't reply, tho'. Until today...
So you tell me? How am I not going to worry bout him?" asked the lady.
From the story, we can learn how to be passion is a better idea when emotional come. In our mind, we think the scenario probably will be turn into a different phase if the lady can calm a bit. This is what you have to deal as a woman, listen, listen, listen, then splint the good things. Man can follow your rule afterward. The line up can bring yourself more then just a winner.
Happy night!
She just wishing for the right direction, from the right person that she can listen to. She text one of her best friend, and try to describe all the things in eight paragraph on messaging. And this is what's her mind telling us:
"The hardest-easy night was begun on Tuesday: we had a big fight--I mean a very big one. That time-moment was gone fast, and suddenly only one mistake, has blown away his mind.
I couldn't analyze, what's the main problem of this? He think that am controlling him, but I feels: opposite.
That night, we end up like he left me and just go! Out from the car: "I need time to be myself," he says. And I say "OK."
Until the time on the phone--two days later: he say bad thing and yelling at me--something that really hurts me (imagine this word, came after a long-talk-conversations).
Well... the word came out because of my fault too, it's because am yelling too. My feedback was, crying. And I says: "You can mad with me, but please don't throw me that word."
I cried until he ask me to wait (his best friend waiting on the second line) then he push the 'hold button', but I hang the phone. Done.
He tried to call back. Shame of me--I didn't pick it up. A minute after, I text him: "You don't have to worry about me anymore, thank you for everything".
And that was the last time, we talked. He didn't reply, tho'. Until today...
So you tell me? How am I not going to worry bout him?" asked the lady.
From the story, we can learn how to be passion is a better idea when emotional come. In our mind, we think the scenario probably will be turn into a different phase if the lady can calm a bit. This is what you have to deal as a woman, listen, listen, listen, then splint the good things. Man can follow your rule afterward. The line up can bring yourself more then just a winner.
Happy night!
Indulge Your Mind
Are you stuck?
In your work life as well as in your love life, you need to communicate what you need.
But more importantly, you have to be ready to move on if you don't get it.
It's not about refusing to compromise or settle--it's about being firm, in who you are and about what you want out of life.
If you feel you have been compromising too much or that you are being taken for granted.
TODAY! you need to find your backbone and have a nice long talk with that certain someone.
Happy today!
In your work life as well as in your love life, you need to communicate what you need.
But more importantly, you have to be ready to move on if you don't get it.
It's not about refusing to compromise or settle--it's about being firm, in who you are and about what you want out of life.
If you feel you have been compromising too much or that you are being taken for granted.
TODAY! you need to find your backbone and have a nice long talk with that certain someone.
Happy today!
Subscribe to:
Posts (Atom)